I. Terapi Humanistik
A. Konsep dasar
Humanistik
Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam
psikologi yang muncul pada tahun 1950-an, dengan akar pemikiran dari kalangan
eksistensialisme yang berkembang pada abad pertengahan. Pada akhir tahun
1950-an, para ahli psikologi, seperti : Abraham Maslow, Carl Rogers dan Clark
Moustakas mendirikan sebuah asosiasi profesional yang berupaya mengkaji secara
khusus tentang berbagai keunikan manusia, seperti tentang : self (diri),
aktualisasi diri, kesehatan, harapan, cinta, kreativitas, hakikat, individualitas
dan sejenisnya.
Dalam mengembangkan teorinya, psikologi humanistik sangat
memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya
secara manusiawi dengan menitik-beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan
pendapat dan menentukan pilihannya, nilai-nilai, tanggung jawab personal,
otonomi, tujuan dan pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental (1964)
mengemukakan tentang 5 (lima) dalil utama dari psikologi humanistik, yaitu: (1)
keberadaan manusia tidak dapat direduksi ke dalam komponen-komponen; (2)
manusia memiliki keunikan tersendiri dalam berhubungan dengan manusia lainnya;
(3) manusia memiliki kesadaran akan dirinya dalam mengadakan hubungan dengan
orang lain; (4) manusia memiliki pilihan-pilihan dan dapat bertanggung jawab
atas pilihan-pilihanya; dan (5) manusia memiliki kesadaran dan sengaja untuk
mencari makna, nilai, dan kreativitas.
B.
unsur-unsur Terapi
1. munculnya gangguan
Model
humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian
besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan
manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat
banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan
realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta
merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi
kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan
masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik
kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada
1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.
2. Tujuan Terapi
a. Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan
pertumbuhan. b. Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
c. Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
3. Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli
psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut
:
a. Mengakui pentingnya pendekatan
dari pribadi ke pribadi b. Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
c. Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
d. Berorientasi pada pertumbuhan
e. Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
f. Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
g. Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
h. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
i. Bekerja kearah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
C. Tekhnik – tekhnik terapi
humansitik
Sepanjang proses terapeutik,
kedudukan teknik adalah nomor dua dalam hal menciptakan hubungan yang akan bisa
membuat konselor bisa secara efektif menantang dan memahami klien.
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik, yaitu:
1. Penerimaan
2. Rasa hormat
3. Memahami
4. Menentramkan
5. Memberi dorongan
6.Pertanyaan terbatas
7. Memantulkan pernyataan dan
perasaan klien
8. Menunjukan sikap yang
mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
II. Person
Therapy Centered (Carl Rogers)
A. Konsep dasar Carl Rogers tentang
kepribadian.
Pandangan
client-centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang
kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Sementara beberapa pebdekatan
beranggapan bahwa manusia kodratnya adalah irasional dan berkecenderungan
merusak terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain kecuali jika telah
menjalani sosialisasi.
Rogers menunjukan kepercayaan yang
mendalam pada manusia. Ia memandang manusia tersosialisasi dan bergerak ke
muka, berjuang untuk fungsi penuh, serta memiliki kebaikan yang positif pada
intinya yang terdalam. Model client-centered menolk konsep yang memandang
terapis sebagai otoritas yang mengetahui yang terbaik dan yang memandang klien
sebagai manusia pasif yang hanya mengikuti perintah-perintah terapis. Oleh karna
itu, terapi client-centered berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan
membuat putusan-putusan.
B. unsur-unsur terapi
1.
munculnya gangguan
Carl
Rogers (1902-1987), berpendapat bahwa orang-orang memiliki kecenderungan dasar
yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Gangguan-gangguan
psikologis pada umumnya terjadi karena orang-orang lain menghambat individu
dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri. Pendekatan humanistic Rogers
terhadap terapi Person Center Therapy, membantu pasien untuk lebih menyadari
dan menerima dirinya yang sejati dengan menciptakan kondisi-kondisi penerimaan
dan pengharagaan dalam hubungan terapeutik.
2.
tujuan terapis
Tujuan
dasar terapi client centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha
membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. Gunanya untuk
mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu mengusahakan agar klien bisa
memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya. Rogers menguraikan
empat tujuan dasar client centered yaitu :
a. keterbukaan pada pengalaman.
b. kepercayaan terhadap organisme
sendiri.
c. tempat evaluasi internal.
d. kesediaan untuk menjadi suatu proses.
3. Peran Terapis
Menurut
Rogers, peran terapis bersifat holistik, berakar pada cara mereka berada dan
sikap – sikap mereka, tidak pada teknik – teknik yang di rancang agar klien
melakukan sesuatu. Penelitian menunjukkan bahwa sikap – sikap terapislah yang
memfasilitasi perubahan pada klien dan bukan pengetahuan, teori, atau teknik –
teknik yang mereka miliki. Terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai
instrument perubahan. Fungsi mereka menciptakan iklim terapeutik yang membantu
klien untuk tumbuh. Rogers, juga menulis tentang I-Thou. Terapis menyadari
bahasa verbal dan nonverbal klien dan merefleksikannya kembali. Terapis dan
klien tidak tahu kemana sesi akan terarah dan sasaran apa yang akan di capai.
Terapis percaya bahwa klien akan mengembangkan agenda mengenai apa yang ingin
di capainya. Terapis hanya fasilitator dan kesabaran adalah esensial.
C. Tekhnik – Tekhnik Terapi
Untuk terapis person – centered,
kualitas hubungan terapis jauh lebih penting daripada teknik. Rogers, percaya
bahwa ada tiga kondisi yang perlu dan sudah cukup terapi, yaitu :
1.
Empathy
2.
Positive Regard (acceptance)
3.
Congruence
Empati adalah kemampuan terapis
untuk merasakan bersama dengan klien dan menyampaikan pemahaman ini kembali
kepada mereka. Empati adalah usaha untuk berpikir bersama dan bukan berpikir
tentang atau mereka. Rogers mengatakan bahwa penelitian yang ada makin
menunjukkan bahwa empati dalam suatu hubungan mungkin adalah faktor yang paling
berpengaruh dan sudah pasti merupakan salah satu faktor yang membawa perubahan
dan pembelajaran.
Positive Regard yang di kenal juga
sebagai akseptansi adalah geunine caring yang mendalam untuk klien sebagai
pribadi – sangat menghargai klien karena keberadaannya.
Congruence / Kongruensi adalah
kondisi transparan dalam hubungan tarapeutik dengan tidak memakai topeng atau
pulasan – pulasan. Menurut Rogers perubahan kepribadian yang positif dan
signifikan hanya bisa terjadi di dalam suatu hubungan.
III Logotherapi (frankl)
A. Konsep Dasar Tentang Kpribadian
Kerangka pikir teori kepribadian
model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Setiap orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan
logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan akibat
sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk hidup
bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami
hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward) dari hidup yang
bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak mereka yang tak berhasil
memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan dan kehampaan hidup serta
merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless). Selanjutnya akibat dari
penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna yang berlarut-larut tidak
teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis (noogenik neurosis)
mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).
B. Unsur – Unsur Terapi
1. Munculnya Gangguan
Logoterapi inibiasanya dilakukan
untuk klien-klien yang mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), karena
biasanya orang yang stres akibat trauma cenderung menyalahkan dirisendiri
bahkan bisa ke resiko mencederai diri dan orang lain.
2. Tujuan Terapi
Tujuan dari logoterapi adalah agar
setiap pribadi:
a. memahami adanya potensi dan
sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari
ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
b. menyadari bahwa sumber-sumber dan
potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.
c. memanfaatkan daya-daya tersebut
untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi
berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas
hidup yang lebih bermakna
3. Peran Terapis
Peranan dan Kegiatan Terapis
Menurut
Semiun (2006) terdapat beberapa peranan dan kegiatan terapis dapat dikemukakan
secara singkat di bawah ini.
1. Menjaga hubungan yang akrab dan
pemisahan ilmiah.
Terapis pertama-tama harus
menciptakan hubungan antara klien dengan mencari keseimbangan antara dua
ekstrem, yakni hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara
ilmiah (menangani klien sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).
2. Mengendalikan filsafat pribadi
Maksudnya adalh
terapis tidak boleh memindahkan filsafat pribadi pada klien, karena logotherapy
digunakan untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai dan
masalah spiritual, seperti aspirasi terhadap hidup yang bermakna, makna cinta,
makna penderitaan, dan sebagainya.
3. Terapis bukan guru atau
pengkhotbah
Terapis adalah
seorang spesialis mata dalam pengertian bahwa ia memberi kemungkinan kepada
klien untuk melihat dunia sebagaimana adanya, dan bukan seorang pelukis yang
menyajikan dunia sebagaimana ia sendiri melihatnya.
4. Memberi makna lagi pada hidup
Salah satu tujuan
logotherapy adalah menemukan tujuan dan maksud keberadaannya. Kepada klien
bahwa setiap kehidupan memiliki potensi-potensi yang unik dan tugas utamanya
adalah menemukan potensi-potensi itu. Pemenuhan tugas ini memberi makna pada
kepada hidupnya.
5. Memberi makna lagi pada
penderitaan
Di sini, terapis
harus menekan bahwa hidup manusia dapat dipenuhi tidak hanya dengan menciptakan
sesuatu atau memperoleh sesuatu, tetapi juga dengan menderita. Manusia akan
mengalami kebosanan dan apati jika ia tidak mengalami kesulitan atau
penderitaan.
6. Menekankan makna kerja
Tugas terapis
adalah memperlihatkan makan pada pekerjaan itu sehingga nilai-nilai yang
dimiliki oleh orang-orang yang bekerja berubah. Tanggunga jawab terhadap hidup
dipikul oleh setiap orang dengan menjawab kepada situasi-situasi yang ada. Ini
dilakukan bukan dengan perkataan, melainkan dengan tindakan. Kesadaran akan
tanggung jawab timbul dari kesadaran akan tugas pribadi yang konkret dan unik.
7. Menekankan makna cinta
Tugas terapis
adalah menuntut klien untuk mencintai dalam tingkat spiritual atau tidak
mengacaukan cinta seksual dengan cinta spiritual yang menghidupi pengalaman
orang lain dalam semua keunikan dan keistimewaannya.
C. Tekhnik – tekhnik
Logotherapy
- Intensi
Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal
merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan
antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas
suatu situasi atau gejala yang ditakutinya. Intensi paradoksikal adalah
keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.
- Derefleksi
Derefleksi merupakan teknik yang
mencoba untuk mengalihkan perhatian berlebihan ini pada suatu hal di luar
individu yang lebih positif. Derefleksi memanfaatkan kemampuan transendensi
diri yang ada pada manusia. Dengan teknik ini individu diusahakan untuk
membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk
kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan
bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluahannya, kemudian mengalihkannya
pada hal-hal yang bermanfaat, gejala, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang
bermanfaat, gejala hyper intention akan menghilang (Bastaman, 1995)
- Bimbingan
Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang
khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada
penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak
dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode
ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan
sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik
penderitaan tersebut.
sumber :
1. Corey.G (2005), teori dan praktek konseling dan psikoterapi.Jakarta:Refika Aditama.
2. http://nindihong.wordpress.com/2013/12/22/psikologi-perspektif-humanistik/
3. http://himcyoo.wordpress.com/2012/06/07/konseling-eksistensial-humanistik-2/